Mufti dalam bahasa arab merupakan bentuk shighot isim fa’il dari fi’il tsulatsi mazid afta-yufti-ifta’ yang secara etimologi adalah orang yang berftwa. Sedangkan secara terminologi adalah المخبر عن Øكم شرع(orang yang menyampaikan perihal hukum syara'(.[1]
Kriteria Mufti
Untuk menetapkan hukum islam, seorang mufti harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan ulama. Secara khusus syarat-syarat yang harus dimiliki seorang mufti antara lain:
1. Seorang Muslim
2. Mukallaf
3. Terhindar dari sifat-safat fasiq serta bisa menjaga muruah (martabat diri)
4. Memahami al-Qur’an dan ilmu-ilmu yang terkait (ulum al-Qur’an).
5. Mengetahui asbab nuzul al-Qur’an dan asbab wurud al-hadits.
6. Mengetahui ayat al-Qur’an yang nasikhah (ayat yang menghapus) dan ayat al-Qur’an yang mansukhah (ayat yang dihapus).
7. Mengetahui secara persis ayat-ayat muhkamat dan ayat ayat mutasyabihat.
8. Mengetahui secara detail penta’wilan al-Qur’an dan penafsirannya secara valid dan akurat.
9. Mengetahui secara detail tentang hadits-hadits Rasulullah Saw.
10. Mengetahui ayat-ayat makiyah dan madaniyah
11. Mengetahui ilmu-ilmu agama islam secara menyeluruh, seperti ilmu fiqih,Ushul Fiqih, Ilmu Kalam, Ilmu Nahwu, Balaghah dan ilmu lain yang menunjang dalam menetapkan fatwa.
12. Mengetahui tentang kepentingan masyarakat banyak (maslahat al-‘ammah)
13. Harus terhindar dari sikap tercela.
Kriteria diatas berdasarkan kitab Adab Al Mufti Wal Mustafti Ibni Sholah dan kitab Adab Al-Fatwa Wal Mufti Wal Mustafti Li Annawawi (Syafi’iyah), Sedangkan menurut Mazhab Hanbali ada beberapa perbedaan didalam syarat seseorang menjadi mufti diantaranya adalah;
1. Bisa mentashawwurkan (menggambarkan) permasalahan secara detail
2. Tidak boleh berfatwa yang berpotensi lebih banyak madlaratnya
Begitu urgennya posisi mufti, hampir seluruh kitab Ushul Fikih membicarakan dan menetapkan sejumlah prinsip, adab, dan persyaratan ketat yang harus dimiliki setiap mufti.
Menurutimam al-Nawawi al-Dimasyqi,diantara prinsip dan persyaratanmemberikan fatwa, mufti harus mengetahui ilmu-ilmu al-Qur’an dan hadits, mengetahui hukum islam secara mendalam berikut dalil-dalilnya, baik dari al-Qur’an maupun hadits, memahami cara menggali (istinbath) hukum dan solusinya. Bahkan tidak berlebihan jika Ibnu al-Shalah mengatakan, “Kualifikasi mufti seperti halnya kualifikasi al-rawi (dalam kajian hadits). Dengan demikian, mufti harus cerdas (al-dlabith), jujur, dan tidak mempunyai cacat moral (al‘adlu), sebagaimana hal ini menjadi syarat bagi periwayat hadits.
Macam-Macam Mufti
Menurut Abu Umar, mufti terbagi menjadi dua:
1. Mufti Mustaqil ialah seseorang yang memiliki kemampuan menggali (Istinbath) hukum sendiri dari sumbernya, yakni Qur’an dan Hadits untuk difatwakan, dengan syarat yang telah dituturkan diatas.
2. Mufti Ghoiru Mustaqil ialah seseorang y ang memiliki kemampuan menggali (Istinbath) hukum untuk difatwakan akan tetapi ketentuan dan tata caranya disandarkan pada imam mazhabnya, Mufti Ghoiru Mustaqil ini disebut pula dengan Mufti Muntasib dengan syarat:
a. Tidak mengikuti (taqlid) terhadap apa yang menjadi pendapat imam mazhabnya (Mufti Mustaqil) dalam analisa dalilnya, akan tetapi tata cara dan ketentuan berijtihadnya disandarkan pada Imam Mazhabnya.
b. Memahami Fiqih dan Ushul Fiqih Mazhabnya beserta dalilnya secara terperinci
Mustafti
Pengertian Mustafti menurut bahasa berasal dari kata istafta -yastaftii- istiftaan –fahua mustaftin dari wazan istaf’ala- yastaf’ilu- istif’aalan-fahua mustaf’ilun, yang artinya orang yang meminta fatwa.
Menurut istilah mustafti adalah orang-orang yang tidak mempunyai suatu pengetahuan tentang hukum syara’baik secara sebagian maupun keseluruhan.
Orang-orang yang tidak mempunyai pengetahuan tentang syara’, dari ketidak di sebut ‘awam. Dari segi dia bertanya di sebut mustafti maka jadilah muqollid. Adapun tingkatan seseorang dalam pengetahuanya ada 3 penyebutan yaitu:
1. Muqolid, adalah orang yang tidak mempunyai pengetahuan, oleh karenanya tidak bisa menghasilkan pendapat sendiri dan mengikuti pendapat orang lain tanpa mengetahui dadil-dalilnya
2. Muttabi, adalah orang yang mampu menghasilkan pendapat tapi dengan metode yang sudah di rintis oleh ulma ulama sebelumnya.
3. Mujtahid, adalah orang yang mampu menghasilkan pendapat dengan ijtihadnya sendiri,Menurut Imam As Subki orang awam terbagi pada beberapa kelompok
1. Orang awam yang tidak mempunyai keahian samasekali.
2. Orang ‘alim namun belum sampai pada tingkat mujtahid.
3. Orangyang mampu melakukan ijtihad tapi baru sampai pada tingkatan dzon(dugaan kuat)
[1]Muhammad Bin Shalih Bin Muhammad Al Utsaimin, Al Ushul Min Ilmil Ushul, (Beirut : Darul Fikr, 1426 H/2005 M)
0 komentar:
Post a Comment